Penipuan Online Ditangkap

Penipuan Online Ditangkap

Video: Batasi Transfer Pulsa Untuk Basmi Judi Online, Yakin Efektif?

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Aturan mengenai tindak pidana penipuan dapat ditemukan dalam Pasal 378 KUHP.

Meskipun tidak mengkhususkan penipuan di dunia maya, namun pasal ini juga kerap digunakan dalam perkara penipuan online.

Pasal 378 berbunyi, “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menangkap seorang buronan berinisial L (26) yang merupakan tersangka kasus tindak pidana penipuan online atau scam online jaringan internasional bermodus menawarkan lowongan pekerjaan paruh waktu.

Kepala Sub-Direktorat (Kasubdit) II Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipisiber) Bareskrim Polri, Kombes Alfis Suhaili mengatakan L ditangkap ketika ingin pulang ke Indonesia.

"Tersangka L ini dalam rangka pulang saja ini, ingin pulang kampung," ucap Alfis dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/7/2024).

Baca juga: Polri Tangkap WN China yang Tipu Ratusan WNI Lewat Modus Lowongan Kerja

Alfis menjelaskan L ditangkap di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang pada 17 Juli 2024 dini hari.

Penangkapan dilakukan penyidik setelah mendapat informasi dari Interpol bahwa ada salah satu buronan yang terdeteksi.

"Bahwa salah satu tersangka yang telah masuk dalam daftar red notice ini telah melintas dari Dubai menuju ke Jakarta sehingga kami dari Dittipidsiber Bareskrim Polri mengecek ke terminal 3 Soekarno-Hatta," kata dia.

Setelah ditangkap di bandara, L langsung diamankan untuk dilakukan pemeriksaan.

Adapun L merupakan warga negara Indonesia (WNI) asal Jawa Barat. Ia selama ini bekerja di Dubai dan tergabung menjadi operator pernipuan online bermodus lowongan kerja.

"Dia bekerja di Dubai sebagai operator itu sekitar bulan Mei sampai Agustus 2023. Di sana dia mendapatkan gaji sama dengan pemeran operator lainnya yaitu sebesar 3.500 Dirham (Rp15 juta)," ungkap Alfis.

Baca juga: Dugaan Penipuan Lowongan Kerja di Duren Sawit Diduga Sudah Berlangsung sejak 2022

Alfis juga menjelaskan, L menjadi pekerja bukan karena direkrut secara virtual dan ditipu oleh para tersangka sebelumnya.

Menurut dia, L direkrut saat sudah berada di Dubai dan mencari pekerjaan di kota tersebut.

"Dia datang awalnya sendiri saja karena sudah ada saudaranya di sana di Dubai. Nah sampai di sana awalnya ingin mencari pekerjaan apa saja tapi ternyata direkrut oleh kelompok ini, dilatih untuk menjadi operator," jelas Alfis.

Tak hanya itu, L juga sempat dilatih melakukan mengirimkan pesan berantai, mengelola platform media sosia, melakukan komunikasi dengan korban dan calon-calon korban.

Selain itu, menurut dia, L tidak hanya mendapatkan gaji namun juga mendapatkan bonus jika mencapai target tertentu.

"Dan disebutkan juga dalam keterangan yang disampaikan bahwa tersangka L ini menjadi operator dia mendapatkan bonus," ujar dia.

Sebelumnya diberitakan, Bareskrim menangkap empat tersangka dalam kasus ini. Satu di antaranya warga negara China berinisial ZS. Sedangkan tiga tersangka lain merupakan warga negara Indonesia.

Himawan menyebut ZS ditangkap pada 27 Juni 2024 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Kemudian, WN China itu dibawa ke Indonesia untuk diamankan.

Baca juga: Bareskrim Tangkap Buron Kasus Penipuan Ratusan WNI Modus Lowongan Kerja

"Tersangka ZS yaitu warga negara asing yang berperan sebagai pimpinan kelompok online scam jaringan internasional," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (16/7/2024).

Menurut Himawan, setidaknya ada 823 korban WNI dalam kasus ini.

"Total korban di Indonesia mencapai 823 korban dimulai dari tahun 2022 sampai 2024 ini dengan total kerugian Rp 59 miliar di Indonesia," ungkap Himawan.

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda DIY menangkap tiga orang pelaku penipuan jaringan internasional Kamboja. Dalam peristiwa ini, korban mengalami kerugian mencapai Rp 2 miliar.

Adapun tiga tersangka yang ditangkap yakni pria inisial YA (51) dan D (41) warga Palembang, dan SBI (27) warga Boyolali. Para tersangka sudah beraksi selama 2 tahun.

"Pengungkapan perkara penipuan online jaringan internasional yang mengakibatkan korban mengalami kerugian Rp 2 miliar," kata Direskrimsus Polda DIY Kombes Idham Mahdi, saat rilis kasus di Polda DIY, Rabu (7/8/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Idham mengatakan pengungkapan kasus ini dilakukan setelah mendapat laporan dari PHS yang merupakan anak dari korban almarhumah BA. Kasus tersebut terjadi pada 13 Januari lalu dan baru dilaporkan ke polda pada 14 Maret.

Peristiwa ini bermula saat pelaku menghubungi korban dengan mengaku sebagai petugas provider. Pelaku menyampaikan bahwa nomor korban bermasalah.

"Korban dihubungi oleh pelaku dari jaringan Internasional Kamboja yang mengaku sebagai petugas Telkom dan menyampaikan bahwa nomor telepon milik korban bermasalah dan terkait dengan jaringan dengan korupsi," terangnya.

Pelaku, lanjut Idham, kemudian mengarahkan dan seolah-olah membantu korban untuk membuat laporan secara online ke kepolisian.

"Kemudian telepon yang masih tersambung tersebut diarahkan pada line berikutnya yang masih satu jaringan scamming online Kamboja dengan tersangka yang diamankan atas nama SBI," ujarnya.

Lebih lanjut, Pelaku yang ada di line berikutnya tersebut bertindak seolah-olah sebagai petugas kepolisian. Dengan segala bujuk rayu dan tipu muslihat membuat korban percaya dan akhirnya mengirimkan sejumlah uang. Tak hanya sekali, pelaku terus berupaya memeras korban.

"Akhirnya korban mengirimkan sejumlah uang kepada rekening yang telah diberikan oleh pelaku," katanya.

Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, modus para pelaku yakni berpura-pura menjadi petugas provider dan aparat penegak hukum. Mereka kemudian menakut-nakuti korban hingga akhirnya mau mengirimkan sejumlah uang.

"Tersangka menghubungi korban sebagai petugas Telkom kemudian menakut-nakuti bahwa ada rekening di tabungan korban yang merupakan hasil tindak pidana korupsi, sehingga dia berperan lagi sebagai petugas keamanan. Dilakukan bujuk rayu sehingga membuat korban mentransfer," ucapnya.

Lebih lanjut, Idham bilang ketiga tersangka bisa diamankan pada bulan Juni hingga Juli lalu. Ketiganya ditangkap di lokasi berbeda.

"Pertama kita telusuri di Bekasi, kita tangkap di Palembang, kemudian ada di daerah Kalimantan Tengah," ujarnya.

Para pelaku yang ditangkap, lanjut Idham, punya peran masing-masing. Tersangka YA berperan mencari orang untuk membuat rekening kemudian dibeli dan dijual kembali kepada tersangka D.

Kemudian D menjadi pengepul rekening bank, menyerahkan hp beserta SIM card dari bos yang berada di Kamboja kepada tersangka YA untuk pembuatan rekening perbankan dan membeli rekening dari tersangka YA.

Sementara SBI, bekerja di Kamboja sebagai operator scamming. Dia dalam bekerja diberikan tugas sebagai petugas Telkom dan menghubungi korban.

"Ini terus berkembang. Karena jaringan ini ada berbagai macam peran dan masing-masing peran ini satu sama lain tidak mengenal," jelasnya.

Adapun dalam kasus ini selain menangkap tiga pelaku, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa belasan handphone, SIM card, puluhan kartu ATM, belasan buku tabungan, pasport, uang tunai Rp 560 juta, bukti transfer dan lain sebagainya.

Ketiga pelaku diancam Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau pasal 3 dan/atau pasal 4 dan/atau Pasal 5 Undang-Undang No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan/atau Pasal 378 Jo Pasal 55, 56 KUHPidana. Mereka terancam hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Polisi menangkap seorang pelaku penipuan jaringan Kamboja dengan modus menawarkan pekerjaan paruh waktu di media sosial. Korbannya merupakan PNS di Semarang yang mengalami kerugian hingga Rp 1,3 miliar.

"Ini jaringannya sampai di Kamboja kemudian untuk korban sendiri kerugiannya mencapai Rp 1,3 miliar. Tersangka ini atas nama MRA (20) ini orang Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara," ujar Kasat Reskrim Polrestabes Semarang Kompol Andika Dharma Sena di kantornya, Kecamatan Semarang Selatan, Selasa (9/7/2024).

MRA atau Muhammad Rafi Akbar alias Gendong merupakan ketua kelompok yang bekerja dalam jaringan penipuan tersebut. Kelompok tersebutlah yang bertugas mencari korban yang salah satunya berasal dari Semarang itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tersangka ini mempunyai bos ya atasannya ini dari Kamboja, yang tersangka ini ketua kelompok. Kelompok ini tugasnya adalah mencari korban di mana korban tersebut diiming-imingi keuntungan dan modusnya adalah membagikan link dan korban diajak bekerja sama," jelasnya.

Dia menyebut korban merupakan seorang PNS yang sudah paruh baya. Korban kehilangan Rp 1,3 miliar karena mengikuti kerja sampingan itu dalam jangka waktu kurang lebih 1 bulan.

"Awalnya korban ini memberikan uang sebesar Rp 10 juta. Ini meningkat terus sampai korban di angka Rp 900 juta lebih karena korban ingin mengambil uangnya. Tersangka ini menyampaikan korban harus menambah sampai genap Rp 1 M sehingga korban menambahkan kembali namun belum bisa diambil. Korban harus transfer lagi Rp 125 juta, nah karena sudah tidak sanggup akhirnya melapor ke Polrestabes Semarang," ujar Andika.

"Kami jerat dengan UU ITE pasal 28 terkait penipuan online, kita lapis dengan KUHP 378 dengan ancaman pidana penjara 6 tahun," sambungnya.

Andika berkata Rafi Akbar alias Gendong ditangkap pada 27 Juni 2024 di Medan. "Yang bersangkutan ini kita amankan juga di Medan, Sumatera Utara pada hari Kamis 27 Juni 2024 pukul 15.00 WIB saat kembali dari Kamboja," terang Andika.

Pasal penipuan online

Modus Kerja Like Akun Belanja Online

Saat dihadirkan dalam jumpa pers, Rafi Akbar atau Gendong mengungkapkan ia bekerja sebagai 'ketua kelompok' penipuan tersebut selama 1,5 tahun di Kamboja.

Sebagai ketua kelompok, tugasnya adalah mengoordinasi 12 orang lain yang menjadi anggotanya. Dia menyebut 12 orang lainnya itu juga merupakan WNI dan menargetkan sesama orang Indonesia.

"Pekerja di sana warga negara Indonesia semua," katanya.

Penipuan itu dilakukan dengan cara menyebarkan link yang menawarkan kerja paruh waktu di berbagai platform media sosial. Kerja paruh waktu yang ditawarkan ialah untuk menekan tombol suka (like) pada akun belanja online.

"Setelah korban bersedia bergabung akan didaftarkan akun tugas. Setelah didaftarkan nanti dialihkan ke mentor guru untuk dipandu untuk mendapat tugas dan mendapat komisi. Ketua tim hanya memantau," tambahnya.

Nantinya korban akan diberi tabel tugas yang harus dikerjakan dan komisi yang akan didapatkan. Sebelum mengerjakan tugas itu, korban diminta untuk melakukan deposit sejumlah uang.

"Upah sudah disediakan table tugas persenan dan komisi yang didapatkan. Upah 10 persen sampai 30 persen dari deposit," jelasnya.

Biasanya, para penipu itu akan benar-benar membayar upah dan mengembalikan deposit pada satu atau dua kali tugas yang diberikan. Namun, pada tugas ketiga dan keempat komisi dan deposit itu tak lagi dikembalikan.

"Total (korban) banyak setiap hari selalu ada mungkin sekitar puluhan juta (rupiah), yang dicairkan biasanya di awal 2-3 kali permainan," ujar Gendong.

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Laos menangkap 771 orang terkait penipuan online. Mereka yang ditangkap berasal dari berbagai negara, termasuk Indonesia.

Warga Laos yang paling banyak ditangkap dalam operasi tersebut yakni mencapai 275 orang.

Negara lainnya adalah Myanmar (231 orang), China (106), Ethiopia (11), Georgia, India (20), Mozambik (11), Fillipina (73), Uganda (6) dan sisanya berasal dari Vietnam, Burundi, Colombia, serta Tunisia.

Dari 771 orang yang ditangkap, sebagian besar adalah pria berjumlah 489 pria dan 281 wanita. Semua pelaku ditahan saat pihak berwenang membongkar jaringan penipuan pada 12 Agustus 2024 lalu.

Pihak keamanan juga berhasil mengamankan sejumlah bukti. Mulai dari 709 komputer desktop, 28 laptop, 1.896 ponsel, 2 iPad, dan 10 drive USB.

Kantor berita Vietnam mengungkapkan otoritas menangkap 155 warga Vietnam. Mereka disebut terlibat dalam 'kegiatan penipuan lintas batas yang canggih', dikutip dari Times Of India, Jumat (23/8/2024).

Warga Laos yang ditangkap berikutnya diberi peringatan dan kembali ke komunitas lokal. Sementara warga China dipindahkan ke otoritas negara tersebut pada 15 Agustus, sisanya diserahkan pada kedutaan masing-masing.

Polisi Vietnam dan Laos telah membongkar operasi penipuan siber dan perdagangan manusia berskala di Zona Ekonomi Khusus segi tiga emas bulan ini.

Tindakan ini jadi upaya untuk mengatasi dan mencegah kejahatan antarnegara pada Zona Ekonomi Khusus. Kepala Keamanan Publik Bokeo yang juga memimpin operasi, Anousin Sackpaseuth, mengatakan kegiatan tersebut untuk memulihkan perdamaian dan ketertiban di kawasan.

Wilayah segi tiga emas tersebut disebut sebagai pusat kejahatan online yang beroperasi secara global dengan berbagai modus seperti penipuan cinta, phising, hingga judi online.

Saksikan video di bawah ini:

Peristiwa Yang Dilaporkan

Platform Pilih Platform Lainnya Instagram Line Facebook Twitter WhatsApp BBM Situs Web Aplikasi Mobile

Produk Pilih Produk Lainnya Barang Elektronik Kendaraan Makanan atau Minuman Investasi Produk Digital Pulsa atau Paket Internet Fashion dan Kecantikan Tiket Event atau Wisata Penipuan Berhadiah Perlengkapan Rumah Tangga Obat-Obatan Jam dan Arloji Perlengkapan Bayi dan Anak Olahraga dan Outdoor Mainan dan Hobi

KOMPAS.com – Semakin canggihnya teknologi membuat komunikasi hingga transaksi bisnis memasuki era baru.

Era yang disebut globalisasi ini membuat tidak ada lagi batasan dalam bertukar informasi atau melakukan jual beli.

Namun, kemajuan teknologi ini ternyata juga berdampak negatif. Berbagai potensi penipuan online semakin mudah terjadi.

Lalu, apa saja undang-undang yang mengatur tentang penipuan online?

Baca juga: Diburu Polda Metro Jaya, Bos Penipuan Online yang Rugikan Korbannya Ratusan Juta Rupiah Diringkus di Sulsel

UU Informasi dan Transaksi Elektronik

Aturan terkait penipuan online dituangkan lebih jelas dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016.

Sebagai undang-undang yang bersifat khusus, UU ITE dapat menjadi landasan hukum bagi masyarakat dalam beraktivitas di dunia maya.

Selain itu, UU ITE juga memiliki keterkaitan dengan pasal-pasal yang ada di dalam KUHP untuk mempermudah dalam penyelesaian suatu perkara.

Baca juga: Narapidana Jadi Dalang Penipuan Online, Bermodus Menyamar Jadi Polisi

Terkait penipuan online, Pasal 28 Ayat 1 menyatakan, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.”

Berdasarkan Pasal 45A, setiap orang yang melakuan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat 1 akan dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Pemerintah telah menetapkan sejumlah pedoman implementasi dalam menentukan seseorang melanggar Pasal 28 Ayat 1 UU ITE atau tidak.

Pedoman impelementasi tersebut tertuang dalam Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung dan Kapolri Nomor 229, 154 KB/2/VI/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Implementasi atau Pasal Tertentu dalam UU ITE.

Beberapa pedoman implementasi yang harus dipatuhi, yakni:

Login Akun Kredibel Dulu!

Anda perlu login ke akun Kredibel terlebih dahulu untuk mulai membuat laporan.

Login ke akun Kredibel yang Anda miliki.

Buat akun Kredibel Anda sekarang, gratis!